Pengacara Tamsil SH MH, yang mewakili terdakwa dalam kasus dugaan korupsi alat laboratorium di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), telah menyatakan kesiapannya untuk membela kliennya di hadapan jaksa penuntut umum (JPU).
Beliau menegaskan keyakinannya bahwa kliennya akan dibebaskan dari segala tuntutan hukum, dengan alasan bahwa yang terjadi hanyalah kesalahan administratif, bukan tindak korupsi yang disengaja.
Sidang lanjutan yang akan diadakan di Pengadilan Negeri Mamuju pada Senin, 25 Maret 2024, diharapkan akan mendengarkan tuntutan JPU.
Saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Yuda Kandita, serta saksi ahli hukum pidana, Mahrus Ali, telah memberikan keterangan yang mendukung argumen bahwa kesalahan administratif tidak seharusnya dianggap sebagai tindak korupsi.
Dalam kasus ini, empat orang telah ditetapkan sebagai terdakwa, termasuk mantan Rektor Unsulbar Aksan Djalaluddin, Wakil Rektor II Anwar Sulili, pejabat pembuat komitmen (PPK) Muslimin, dan rekanan proyek Viktoria Marinton. Kejaksanaan Tinggi Sulselbar juga telah melaporkan kerugian negara sebesar Rp8,1 miliar akibat kasus tersebut.
Kasus dugaan korupsi alat laboratorium di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) melibatkan empat terdakwa, termasuk mantan Rektor dan Wakil Rektor II Unsulbar. Sidang lanjutan akan diadakan pada 25 Maret 2024 untuk mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kuasa hukum terdakwa berpendapat bahwa kasus ini seharusnya hanya mendapat sanksi administratif karena kesalahan administrasi, bukan korupsi.
Menurut laporan, tidak ada niat atau skenario persekongkolan untuk mengurangi spesifikasi barang atau melakukan mark up anggaran proyek. Namun, terjadi kerugian negara sebesar Rp 8,1 miliar yang dikaitkan dengan keterlambatan pengiriman barang yang menyebabkan dugaan korupsi.
Saksi ahli pengadaan barang dan jasa, Yuda Kandita, menegaskan bahwa tidak semua kesalahan administrasi harus dipidana, menyarankan bahwa kesalahan administratif seharusnya tidak menghentikan proses pembangunan di Sulbar.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Sulbar) telah menemukan bukti awal yang menunjukkan adanya indikasi permufakatan jahat dalam proses pengadaan alat laboratorium ini, yang menambah kompleksitas kasus tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar), terdapat bukti awal yang menunjukkan adanya indikasi permufakatan jahat dalam proses pengadaan alat laboratorium di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar).
Penyidikan ini melibatkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk Rektorat Unsulbar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), fakultas, tim pengadaan, peserta lelang, pelaksana pekerjaan, vendor, dan distributor alat laboratorium, dengan total lebih dari 50 orang yang telah dimintai keterangan.
Bukti awal ini mencakup indikasi mark-up harga alat laboratorium yang diduga merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Penyidikan juga mengungkapkan bahwa kasus ini mungkin terkait dengan penggunaan dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Unsulbar tahun 2020.
Penyidik Kejati Sulbar telah menetapkan seorang dosen bernama Muslimin sebagai tersangka dan terus mendalami kasus ini untuk menentukan apakah ada tersangka lain yang terlibat.
Yuda Kandita adalah seorang profesional di bidang pengadaan barang dan jasa yang memiliki pengalaman luas sebagai konsultan, pelatih, dan penasihat proyek. Beliau juga dikenal sebagai saksi ahli dalam kasus-kasus pengadaan publik di Indonesia. Dengan latar belakang pendidikan di bidang teknik kimia dari Universitas Sebelas Maret,
Yuda Kandita memiliki keahlian khusus dalam regulasi pengadaan, manajemen risiko, dan strategi rantai pasok. Beliau aktif memberikan pelatihan dan bimbingan teknis terkait pengadaan barang dan jasa, serta sering terlibat dalam memberikan pendapat ahli di pengadilan.
Berikut adalah kronologis dari kasus dugaan korupsi alat laboratorium di Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar):
Awal Penyelidikan:
Penyelidikan dimulai ketika ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam pengadaan alat laboratorium di Unsulbar. Dugaan awal menunjukkan adanya mark-up harga yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Penetapan Tersangka:
Penyidik Kejati Sulbar menetapkan empat orang sebagai tersangka, termasuk mantan Rektor Unsulbar Aksan Djalaluddin, Wakil Rektor II Anwar Sulili, pejabat pembuat komitmen Muslimin, dan rekanan proyek Viktoria Marinton.
Pengembalian Kerugian Negara:
Viktoria Marinton, Direktur PT Virtual Inter Komunika (VIK) dan salah satu tersangka, mengembalikan uang hasil korupsi sebesar Rp 2 miliar ke penyidik Kejati Sulbar.
Sidang dan Pembelaan:
Sidang lanjutan dijadwalkan untuk mendengarkan tuntutan JPU pada 25 Maret 2024. Kuasa hukum terdakwa menyatakan bahwa kasus ini hanya melibatkan kesalahan administratif, bukan korupsi yang disengaja.
Kerugian Negara:
Diperkirakan terjadi kerugian negara sebesar Rp 8,1 miliar akibat kasus ini.
Langkah Selanjutnya:
Sidang akan terus berlangsung untuk mendengarkan semua bukti dan keterangan saksi. Kejati Sulbar juga tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi universitas dan dana pendidikan. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memastikan penggunaan dana pendidikan dilakukan dengan transparan dan bertanggung jawab.
Recent Comments