WARTA KOTA, PALMERAH — Gagalnya lelang mebel sekolah Rp 87 milliar menunjukkan Pokja tertentu Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI Jakarta (Pokja BPPBJ) tak punya integritas dan kompetensi.
Lebih parah lagi, Pokja BPPBJ bahkan dinilai tak punya pikiran sejalan dengan Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno, terkait pengembangan usaha kecil menengah (UKM).
Assesor Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang juga Asisten Deputi Lingkungan Hidup Pemprov DKI, Blessmiyanda, memilih ikut bicara karena menilai Pokja BPPBJ sudah keterlaluan dan membuat kacau.
Apalagi, kata Blessmiyanda, pengadaan mebel menyangkut kepentingan publik, terutama pelajar di Jakarta yang sebentar lagi masuk tahun ajaran baru.
“Apa yang dilakukan Pokja BPPBJ DKI menunjukkan mereka tak punya integritas dan kompetensi. Padahal Pokja modalnya adalah integritas dan kompetensi. Punya kompetensi tapi nggak punya integritas, culas namanya. Apalagi nggak punya dua-duanya,” kata Blessmiyanda.
Menurut Blessmiyanda, alasan Pokja BPPBJ menggagalkan lelang mebel sekolah Rp 87 milliar itu yang menunjukkan tak adanya integritas dan kompetensi.
Bless mengatakan Pokja BPPBJ banyak melanggar berbagai prinsip dalam pengadaan barang/jasa.
“Prinsip UKM jelas-jelas dilanggar,” kata Blessmiyanda ketika ditemui Warta Kota di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Menurut Blessmiyanda, salah satu alasan Pokja BPPBJ menggagalkan lelang adalah karena menilai PT Araputra gagal di kualifikasi.
Sekadar diketahui, dari seluruh peserta lelang, PT Araputra merupakan satu-satunya peserta yang lolos seleksi administrasi dan teknis.
Tapi Pokja BPPBJ menganggap PT Araputra masuk kualifikasi perusahaan kecil, padahal syaratnya harus perusahaan non-kecil.
Makanya kemudian Pokja BPPBJ menganggap PT Araputra tak layak memenangkan lelang tersebut walau memenuhi administrasi bahkan teknis.
“Ini saja sudah melanggar prinsip UKM. Harusnya bila dianggap masuk kategori usaha kecil, maka tak masalah juga. Itu nggak apa-apa. Bahkan amat dianjurkan UKM untuk memperoleh paket pekerjaan sebanyak-banyaknya,” kata Blessmiyanda.
Apalagi jika perusahaan yang dianggap kategori usaha kecil itu sudah lolos seleksi administrasi dan teknis.
“Sebaiknya mereka mengacu ke Perpres 54/2010 dan dokumen pemilihan. Nggak usah ngarang-ngarang seolah-olah benar,” ujar Blessmiyanda.
Lebih lanjut, Blessmiyanda mengatakan tidak ada urusan dengan lelang mebel dan tak ikut-ikutan kisruh.
Blessmiyanda hanya mengingatkan bahwa ada kesalahan yang telah dibuat Pokja BPPBJ DKI, dan banyak pihak tahu letak kesalahan Pokja BPPBJ DKI.
“Silahkan bila BPPBJ nggak paham minta advokasi ke LKPP,” ujar Blessmiyanda.
Bleesmiyanda menyarankan pengadaan mebel memang lebih baik melalui skema e-katalog lokal ketimbang tender/lelang di BPPBJ DKI.
“Kenapa, karena barangnya standar dan kebutuhannya berulang,” kata Blessmiyanda.
Banyak Yang Sepakat
Tak hanya Blessmiyanda, ada banyak pihak lain yang lebih setuju proses lelang mebel di BPPBJ DKI dihentikan.
Para pihak itu lebih sepakat pengadaan mebel menggunakan skema e-katalog lokal di LKPP.
Koordinator Investigasi Indonesian Corruption Watch, Febri Hendri, mengatakan seharusnya tak perlu ada lelang ulang dalam kasus ini.
“Gagalnya lelang mebel sekolah amat aneh. Ini cukup evaluasi ulang saja, tak perlu lelang ulang,” kata Febri.
Sebab, kata Febri, alasan Pokja BPPBJ menggagalkan lelang amat janggal.
Sekretaris Dewan Pendidikan DKI Jakarta, Syahrul Hasan, mengungkapkan hal serupa.
“Dari tahun-tahun sebelumnya juga kalau lelang mebel itu pakai e-katalog. Kenapa begitu angkanya besar jadi pakai tender,” kata Syahrul.
Syahrul sepakat dengan Febri bahwa cukup dilakukan evaluasi ulang.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bisa ditentukan pemenang, maka tinggal tunjuk pemenangnya.
Apabila tak bisa, maka tinggal proses lelang harus dihentikan. Kemudian beralih ke e-katalog.
Kepala LKPP, Agus Prabowo, mengaku sudah aneh sejak pengadaan mebel sekolah di Jakarta menggunakan sistem lelang di BPPBJ DKI.
“Mengapa tidak di e-katalogkan ya? Bukankah kebutuhan mebel sekolah itu sifatnya bisa berulang dan dibutuhkan terus oleh banyak sekolah? Kalau tender kan sifatnya hanya sekali kebutuhan saja,” ujar Agus.
Menurut Agus, e-katalog memang agak repot di depannya.
“Tapi sekali selesai ke depannya akan memudahkan, mempercepat, dan terjaga akuntabilitasnya,” ucap Agus.
Menjadi lebih repot, kata Agus, sebab e-katalog membutuhkan ketelitian lebih tinggi ketimbang tender.
Agus mengaku kini hanya menunggu Pemprov DKI mengajukan penyusunan e-katalog mebel sekolah.
Recent Comments