Marketplace PBJP, Vendor Management System dan Jomblo.
Penulis : Christian Gamas – Majalah Procurement Indonesia – Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI)
Pendahuluan
Marketplace dalam Oxford learner’s dictionary merupakan tempat aktifitas berkompetisi antar pelaku usaha dengan pelaku usahapelaku usaha lainnya untuk melakukan jual dan beli barang, jasa, dan lainlain.
Pada Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018) disebutkan keberadaan Elektronik Marketplace atau lebih tepatnya disingkat E-Marketplace.
Dalam Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) disebutkan pada Pasal 1 angka 20 Perpres 16/2018 bahwa E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.
Kebijakan Perpres 16/2018 salah satunya adalah mengembangkan E-Marketplace PBJP sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 huruf d Perpres 16/2018. Lebih lanjut dalam Pasal 70 ayat (1) disebutkan bahwa Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dengan memanfaatkan E-Marketplace;
Dengan demikian Marketplace yang menjadi tempat aktifitas berkompetisi antar pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk melakukan jual beli barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik.
E-Marketplace dalam Perpres 16/2018
Pasal 70 ayat (2) Perpres 16/2018 menjelaskan kembali bahwa aktifitas Marketplace dalam E-Marketplace PBJP mencakup ketersediaan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Penyedia yang berupa :
1. Katalog elektonik;
2. Toko Daring; dan
3. Pemilihan Penyedia.
Kewenangan dalam E-Marketplace sebagaimana E-Marketplace PBJP berkaitan dengan pengembangan, pembinaan, pengelolaan, dan pengawasan penyelenggaraan berada pada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 70 ayat (3) Perpres 16/2018. Pengembangan dan pengelolaan E-Marketplace ini dapat dilakukan LKPP dengan bekerjasama bersama Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dan/atau Pelaku Usaha sebagaimana disebutkan dalam Pasal 70 ayat (4) Perpres 16/2018 dengan mengacu pada peta jalan pengembangan yang disusun oleh yang berwenang yaitu LKPP sebagaimana disebut dalam Pasal 70 ayat (5) Perpres 16/2018.
E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Secara awam istilah ‘pasar’ lebih mengedepankan pada tempat secara fisik seperti pada layaknya pasar konvensional yang ada di kehidupan sehari-hari, sehingga dalam pemikiran ketika disebutkan “analisa pasar” dalam proses PBJP seringkali keliru pikir yang terjadi disamakan dengan “sebatas “melakukan survey harga ke pasar secara fisik, padahal realitanya tidak ‘sesempit’ itu.
Definisi Pasar sendiri merupakan pertemuan para pembeli yang meminta produk atau jasa, dimana di dalamnya terdapat pelaku usaha yang menawarkan produk atau jasa dengan harga tertentu pada kuantitas tertentu. Artinya dengan kondisi tertentu, seperti kuantitas yang berbeda, tempat yang berbeda, penyedia yang berbeda, suasana kondisi ekonomi yang berbeda, peraturan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dan pengaruh terkait perbedaan harga, terlebih lagi dengan pola interaksi yang tidak sama lagi dengan jaman dulu, dimana kini menggunakan elektronik membuat definisi Pasar bergeser dari semula menggambarkan “tempat” yang perlu didatangi secara fisik menjadi “sarana” untuk memilih dengan sentuhan jari saja.
Transaksi jual-beli saat ini telah umum menggunakan fasilitas teknologi informasi dimana salah satunya menggunakan internet, maka tak heran muncul istilah E-Marketplace dalam Perpres 16/2018 sebagai bentuk pasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, perkembangan ini muncul tidak hanya karena kebutuhan untuk akuntabilitas dan transparansi semata, namun juga karena nominal belanja yang semakin meningkat, adaptasi perilaku hidup, dan kemudahan proses pasar elektronik.
Pasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di dunia maya ini yang kemudian disebut sebagai E-Marketplace Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagai salah satu bentuk bidang model layanan dan bisnis untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah. Dengan demikian pengertian pasar kemudian berkembang sehingga tidak lagi merujuk kepada tempat secara fisik saja. Selama terdapat suatu proses interaksi antara pembeli dan penjual melalui sistem atau prosedur dan institusi tertentu yang memungkinkan harga barang atau jasa terbentuk dalam suatu mekanisme pertukaran maka sebuah E-Marketplace dapat dikatakan telah beroperasional, sehingga tidak lagi pengertian pasar hanya kaku pada merujuk dalam aspek tradisional sebagai ‘tempat’ di mana barang/jasa dapat diperjual belikan.
Urgensi Vendor Management System
Interaksi antara pembeli dan penjual melalui sistem atau prosedur
institusi tertentu. Yang berarti ada dua pihak atau lebih yang memiliki sesuatu yang bernilai, dapat berkomunikasi, dan bebas untuk menerima atau menolak tawaran, dalam kondisi pasar saat ini maka pelaku pengadaan perlu mempertimbangkan dan menyusun analisis berdasarkan keadaan pasar. Analisis berdasarkan keadaan pasar ini berpengaruh pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, termasuk hingga kebijakan kepada siapa pelaku usaha yang segmentasinya menjadi sasaran .
E-Marketplace milik kita saat ini tentunya masih jauh dari sempurna, dan senantiasa dilakukan perbaikan berkelanjutan, baik di Katalog Elektronik, Toko Daring dan/atau Pemilihan Penyedia, namun pemanfaatan di pelaksanaan oleh Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terhadap Marketplace Pemerintah saat ini lebih berat pada proses Pemilihan Penyedia alih-alih pemanfaatan barang / jasa dibandingkan dengan kualitas dan mutu hasil pengadaan yang dapat meningkatkan performa organisasi.
Pelaku Pengadaan banyak “terjebak” dalam proses rutinitas di tahap Pemilihan Penyedia khususnya pada tender/seleksi, karena “keributan” di proses tender/seleksi memang menarik untuk diributkan, diakibatkan oleh salah satunya karena kompetensi para pelaku pengadaan yang minim.
Selain meningkatkan kompetensi para Pelaku Pengadaan di sisi Pemerintah, disisi E-Marketplace supaya “dihuni” oleh Pelaku Usaha yang berkualitas.
E-Marketplace akan menjadi kompetitif, menarik bagi pelaku usaha, dan mereduksi kemungkinan waktu habis di tahapan proses pemilihan penyedia bila diimplementasikan dalam bentuk Sistem, maka munculah kebutuhan akan Vendor Management System, sebuah sistem yang menjadi bagian dari E-Marketplace dan tidak hanya berisi daftar komoditas barang/jasa sudah tersusun rapi semata, namun juga mencakup rekam jejak performa para pelaku usaha sebagai penyedia dalam pelaksanaan berkontrak dengan informasi yang telah terverifikasi dan diberikan secara terukur oleh Pengguna Barang/Jasa atau Pelaku Pengadaan di sisi Pemerintah, dengan dikumpulkannya para pelaku usaha tersebut sebagai VMS yang
terintegrasi dalam E-Marketplace yang terkelola dengan baik maka akan lebih mudah bagi para Pelaku Pengadaan Barang/Jasa di sisi Pemerintah
untuk mendapatkan penyedia terbaik sesuai dengan kebutuhan akan komoditas PBJP yang diperlukan.
Ketika VMS sudah mencakup informasi tentang Penyedia dengan komprehensif, maka Pemerintah dapat lebih berfokus pada sisi kualitas dan aspek teknis serta ketepatan waktu dan hal-hal lainnya yang menunjang PBJP dapat menghasilkan Barang/Jasa yang dapat segera digunakan untuk menunjang capaian keberhasilan Pemerintah. Aspek Harga bukan lagi menjadi yang utama dimana setiap nilai uang yang dikeluarkan bermanfaat sebesar-besarnya atau dikenal dengan Value For Money.
Dengan keberadaan VMS maka persaingan tidak lagi terjadi hanya pada proses Pemilihan namun berpengaruh pada persaingan dalam menghasilkan output terbaik, informasi ini terkompilasi dan diketahui seluas mungkin oleh pelaku usaha yang informasi kinerjanya telah dinilai oleh lebih dari satu pihak saja, aspek penilaian lebih dari satu orang ini menjadi krusial mengingat penilaian oleh lebih dari satu pihak yang kemudian menggunakan teknologi informasi diproses menghasilkan kesimpulan secara obyektif atau dikenal sebagai Crowdsourcing akan menjadikan sebuah VMS bermanfaat.
VMS di E-Marketplace Republik Indonesia saat ini merupakan sub-sistem yang telah diintegrasikan dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik dan dikenal dengan nama Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SiKAP), penilaian Crowdsourcing saat ini baru sebatas pada verifikasi dan validasi pada data pelaku usaha sebatas pada kualifikasi saja saat ini, sehingga memang masih jauh daripada apa yang diharapkan dimana masukan informasi dari Kelompok Kerja Pemilihan di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah lain dapat digunakan di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah lain, sehingga secara Crowdsourcing konsep ini sudah berjalan, namun masih terbatas pada kualifikasi.
Mengapa belum terbentuk VMS yang memiliki cakupan informasi terhadap kinerja pelaksanaan kontrak? Menilai kinerja Penyedia pada Pengadaan Barang tentu tidak sama dengan kinerja Penyedia pada Pengadaan Jasa Konsultansi, bahkan untuk sama-sama Pengadaan Barang dengan jenis berbeda sekalipun juga tidak akan sama cara menilainya, barang yang tersedia di pasaran seperti Komputer yang pada proses deliver-nya hanya mengirimkan saja mungkin dapat dinilai dengan cara yang sama dengan penyedia kendaraan yang sudah tersedia di ATPM karena sifatnya produksi massal, namun untuk pengadaan kendaraan yang dibuat berdasarkan proses karoseri seperti medium bus tentunya akan memiliki proses pelaksanaan kontrak yang berbeda sehingga perlu menilai secara berbeda.
Kemudian proses penilaian sebuah pelaku usaha itu tadi perlu dilakukan proses kompilasi informasi agar informasi tersebut dapat menjadi berguna, masukan dari satu pengguna jasa dan masukan dari pengguna jasa lainnya secara Crowdsourcing ini perlu diproses berdasarkan formulasi yang sudah terprogram dan menghasilkan kesimpulan akhir yang dapat digunakan dengan mudah oleh pengguna berikutnya, dengan demikian membuat standar penilaian menjadi kendala untuk segera menghasilkan fitur ini dengan cepat.
Tentu saja kelak setelah terbentuk VMS yang merupakan Daftar Penyedia Potensial tidak lantas menyelesaikan permasalahan di proses pemilihan penyedia secara keseluruhan, para Pelaku Pengadaan Barang/Jasa tetap wajib memperdalam pengetahuan di bidang Pengadaan Barang/Jasa dengan senantiasa meningkatkan kompetensi, VMS memang akan membantu proses pemilihan penyedia yang memberikan hasil untuk mendapatkan Penyedia yang baik, namun menterjemahkan kebutuhan dan mengolah berbagai informasi PBJP untuk kelak dapat diterima sebagai input bagi VMS ini sehingga dapat memberikan keluaran Penyedia yang memang tepat tidak akan mudah, kondisi serupa terjadi pada dunia asmara, walaupun terdapat banyak aplikasi dan sosial media yang canggih saat ini namun masih banyak kaum jomblo.
Aplikasi sosial media maupun aplikasi pencari jodoh dapat memberikan rekomendasi orang-orang yang mungkin memiliki minat yang serupa dengan para jomblo, rekomendasi tersebut muncul berdasarkan data yang “dipendarkan” dari para pengguna yang berada dalam platform yang sama, hal inilah yang dimaksud dengan Crowdsourcing dimana data yang masuk diolah lagi untuk menghasilkan rekomendasi, namun bila para jomblo ini tidak memiliki kemampuan pendekatan yang baik dalam mengenali informasi target lawan jenis potensial yang tersedia, maka jangankan menuju jenjang persahabatan, bisa jadi hanya berhenti pada saat perkenalan saja, tak perlu heran dengan banyak nya kanal untuk berinteraksi antar satu pribadi dengan pribadi lainnya di dunia modern saat ini, masih tetap saja permasalahan klasik pribadi jomblo seperti halnya jaman komunikasi dilakukan dengan tradisional tetap terjadi.
Serupa dengan aplikasi sosial media maupun aplikasi pencari jodoh, bila VMS sudah mencakup terhadap kinerja Penyedia hingga taraf penyelesaian pekerjaan, tentu saja para Pelaku Pengadaan tetap perlu menterjemahkan kebutuhan terhadap barang/jasa hingga dokumen persiapan pemilihan tersebut dapat menjadi informasi yang dapat menggambarkan kebutuhan organisasi anda dan sekaligus menarik bagi pelaku usaha, artinya kelak VMS di sisi Pelaku PBJP Pemerintah akan memerlukan input yang komprehensif terkait informasi barang/jasa yang dibutuhkan sehingga untuk memperoleh barang/jasa sesuai dengan tingkatan kriteria tertentu dapat ditemukan daftar pelaku usaha potensial yang dapat dipilih menjadi penyedia, aplikasi dapat dirancang dengan proses yang tidak terlihat dan antar muka pengguna yang simpel, namun bila kompetensi SDM nya tidak memadai untuk merancang paket dengan baik maka jangankan
mendapatkan penyedia, bisa jadi hasil VMS tersebut mungkin hanya menghasilkan pelaku usaha yang berkenalan saja dengan paket PBJP tanpa ada minat untuk mendaftar.
Kesimpulan
E-Marketplace beserta komponen di dalamnya yaitu Katalog, Toko Daring, Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik,
dengan sub-sistem Vendor Management System yang dikembangkan secara bertahap di Republik Indonesia tengah menuju arah Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang semakin sehat, kompetitif, dan menarik bagi para pelaku usaha, tentunya untuk menuju hal ini perlu banyak
dukungan dari para pemangku kepentingan dan pihak terkait dan tidak lantas meniadakan kebutuhan akan peningkatan kompetensi, jangan sampai ketika sudah era-nya VMS kita semua malah menjadi “Jomblo” hanya karena Paket Pengadaan Barang/Jasa kita tidak dirancang dengan kompetensi memadai, ingat E-Marketplace walaupun dilakukan melalui komputer lewat internet tanpa tatap muka, namun konsep pasar nya masih tetap berlaku, pembeli dan pelaku usaha di mata masing-masing pihak mungkin hanya terlihat sebagai laman aplikasi, namun tetap saja keputusan dan kehendak bebas untuk menerima atau menolak tawaran itu masih ada di tiap manusia yang berada di baliknya.
Tetap Semangat, tetap sehat, dan Salam Pengadaan!
Penulis : Christian Gamas
Konsultan PBJ
Tulisan ini telah diterbitkan pada Majalah Procurement Indonesia – Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI)
Edisi 30 Tahun 2020
===================
Aplikasi Bela Pengadaan untuk Pengadaan Langsung untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil
Apa saja syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk mendaftar sebagai penyedia Katalog Elektronik?
Recent Comments