Dokumentasi dari beberapa Koran Online

=======

Benarkah BW dan Mashur Tersangka? Bareskrim Mabes Polri Dikabarkan Lanjutkan Kasus Korupsi Gerobak 76 M di Kementerian Perdagangan

1 Agustus 2023

sumber: https://www.suarapemredkalbar.com/read/ponticity/01082023/benarkah-bw-dan-mashur-tersangka-bareskrim-mabes-polri-dikabarkan-lanjutkan-kasus-korupsi-gerobak-76-m-di-kementerian-perdagangan

Lama tidak menunjukkan progres berarti usai mencuat ke publik, kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2018-2019, kini memasuki babak baru.

Menyusul dua tersangka lainnya, kini kabarnya dua politisi yang juga kontraktor asal Kalimantan Barat (Kalbar) yakni Bambang Widianto (BW) dan Mashur, juga telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp76 miliar tersebut.

Kabar ditetapkannya kedua politisi asal Kalbar ini diterima Suara Pemred dari seseorang juga turut terlibat dalam proyek pengadaan gerobak tersebut dan kabarnya juga akan diperiksa di Bareskrim Polri.

“Teman saya di Kemendag baru saja memberi kabar bahwa dia telah dipanggil dan kembali diperiksa Tim Bareskrim Mabes Polri berkaitan dengan proyek gerobak. Dia juga memberitahukan bahwa Bambang Widianto dan Mashur sebagai pelaksana proyek telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk jelasnya silahkan konfirmasi ke Mabes Polri,” kata sumber yang minta namanya tidak disebutkan tersebut.

Bambang Widianto dan Mashur selaku pemenag tender proyek bantuan gerobak UMKM tersebut, sebelumnya memang telah diduga turut serta melakukan tindak pidana korupsi. Keduanya diduga berperan sebagai pemberi suap kepada dua pejabat Kemendag agar proyek tersebut bisa mereka menangkan.

Dari informasi yang didapat Suara Pemred, dua politikus asal Kalbar yang kini masuk daftar bacaleg dari Partai Umat dan Partai Golkar ini, sebelumnya sudah tiga kali mendatangi Bareskrim Polri di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus ini.

Dugaan keterlibatan Bambang dan Mashur terkait kasus ini sebenarnya telah lama diketahui. Namun keduanya terus melakukan aksi tutup mulut ketika dikonfirmasi awak media.

Mashur sendiri ketika dikonfirmasi pada Minggu (26/6) lalu belum mau memberikan jawaban. Pesan WhatsApp yang disampaikan padanya, hanya dibaca olehnya, padahal sebelumnya dia sempat berjanji untuk bertemu dan menjawab pertanyaan terkait kasus ini.

Namun demikian, salah satu pengurus Partai Golkar di Kalbar menyebutkan bahwa Mashur yang juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Melawi ini sempat berkoar-koar di kalangan sesama partainya bahwa kasusnya sudah aman.

Hal itu dikarenakan dirinya dan Bambang Widianto termasuk pejabat di Kemendag yang terlibat sepakat untuk patungan dan telah menyetor Rp10 miliar.

“Anehnya waktu itu dia yakin sekali bahwa kasusnya selesai dan telah diamankan. Dan memang kasus korupsi gerobak ini bisa dibilang sempat hilang dan tak ada kabar, bahkan BW sering memposting kegiatan bersama kawan-kawan dekatnya seperti tidak ada masalah,” katanya.

Namun tambahnya, setelah kasus Fredy Sambo meledak, kasus korupsi gerobak ini muncul lagi secara tiba-tiba.

“Jangan-jangan mereka merasa aman, karena setor pengamanan kasusnya ke tim Fredy Sambo, bisa saja kok sepertinya begitu. Kalau itu sampai terjadi celaka dua kali mereka,” tambah sumber ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi terkait perkembangan kasus dan penetapan tersangka kasus korupsi gerobak UMKM ini belum memberikan jawaban. Pesan singkat WhataApp yang dikirimkan Suara Pemred hingga berita ini diturunkan belum direspon atau dibalas.

Untuk diketahui, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sebelumnya pada Rabu (7/9/2022), telah menatapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak untuk UMKM di Kemendag periode 2018-2019. Keduanya merupakan pejabat pembuat komitmen proyek tersebut.

Saat itu, Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo mengungkapkan, terkait pengadaan tahun 2018, Polri menetapkan Putu Indra Wijaya (PIW) sebagai tersangka. PIW menjabat sebagai Kabag Keuangan Setditjen PDN Kemendag RI.

“Untuk yang tersangka pertama itu di tahun 2018 adalah saudara PIW, jadi selaku PPK di tahun anggaran 2018,” kata Cahyono di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Sementara itu, untuk proyek pengadaan gerobak tahun 2019, tersangkanya yakni Bunaya Priambudi atau BP. Selain menjabat sebagai PPK proyek pengadaan gerobak UMKM tahun 2019, ia juga menjabat Kepala Sub-Bagian (Kasubag) Tata Usaha (TU) Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (DJPDN) Kemendag RI.

Menurut Cahyono, kedua tersangka tidak berkaitan atau bekerja sama dalam melakukan dugaan tindak korupsi tersebut.

“Jadi tersangka yang 2018 dan 2019 tidak berkaitan. Jadi peristiwa itu tempusnya (waktu terjadinya tindak pidana) berdiri sendiri. Tetapi untuk pelaksana perkerjaan ini satu pihak,” ujar dia.

Selain itu, ia mengatakan, kedua tersangka juga diduga menerima suap. Tersangka Putu menerima suap Rp820 juta dan tersangka Budi menerima suap sekitar Rp1,1 miliar dari pihak ketiga.

“Ada yang menarik disini, dimana Rp1,1 miliar uang suap yang diberikan digunakan untuk menutupi penggantian ganti rugi terhadap suatu peristiwa yang dinilai juga akan menjadi objek kita dalam proses penyelidikan. Jadi ada Rp1,1 miliar yang diterima suap dan Rp1,1 tersebut digunakan untuk pembayaran ganti rugi terhadap pekerjaan yang lain,” tutur Cahyono.

Sebagai PPK, tersangka membuat pengaturan lelang terhadap pihak-pihak yang telah ditunjuk sebagai pelaksana pengadaannya.

“Kemudian juga di dalam proses pelaksanaan tersebut juga ada pengaturan lelang. Dimana dengan cara mengubah. Sehingga ditetapkan lah oleh pokja ini PT yang ditetapkan pemenang,” ucap Cahyono.

Menurut Cahyono, dalam kontraknya diketahui pengadaan gerobak pada tahun 2018 disebutkan sebanyak 7.200 unit dengan nilai kontrak senilai Rp49 miliar. Namun, faktanya hanya sebanyak 2.500 gerobak yang dikerjakan.

“Faktanya pekerjaan ini ada yang fiktif dan prosesnya fiktif, jadi yang dikerjakan hanya sebanyak 2.500 gerobak dari 7.200 sesuai kontrak. Sisanya sebanyak 4.700 unit tidak bisa dipertanggungjawabkan PPK dan perusahaan penyedia alias fiktif. Nah untuk penghitungan estimasi dari yang fiktif ini Rp30 miliar,” tutur Cahyono.

Adapun sesuai kontrak dalam proyek pengadaan gerobak tahun 2019 seharusnya diproduksi 3.570 unit gerobak berdasarkan kontrak. Namun, realisasinya hanya dikerjakan 3.111 unit.

Kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp39 miliar. Kerugian negara atas perbuatan yang diilakukan Putu sekitar Rp30 miliar. Sementara itu, kerugian akibat perbuatan Bunaya sekitar Rp9 miliar.

Kedua tersangka kemudian dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 dan/atau perbuatan menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau (2) atau Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Bareskrim Polri juga menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan aliran dana dugaan korupsi pengadaan gerobak dagang pada tahun anggaran 2018 dan 2019. Barang bukti itu disita dari pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemendag Putu Indra Wijaya dan Bunaya Priambudi.

Cahyono mengungkapkan, penyitaan pertama dilakukan terhadap 10 mobil mewah milik dari tersangka Putu Indra.

“Kemudian yang ini, peristiwa tersebut yang di tahun 2018 kita juga sudah melakukan penyitaan 10 unit mobil, kita tempatkan di suatu gudang di daerah Cengkareng yang kita sewa untuk memelihara nilai ekonomi,” kata Cahyono.

Selain itu, pihaknya juga menyita 100 gerobak, uang Rp820 juta, lahan seluas 300 meter di Bogor bernilai sekitar Rp3,5 miliar serta sebuah rumah dengan luas 105 meter dengan kisaran harga kurang lebih Rp1,5 miliar.

“Juga total seluruhnya kita dapatkan recovery sekitar Rp13 miliar. Nah ini penyitaan uang Rp300 juta, dan 30 ribu USD. kita sita. Kemudian juga ada bengkel Ini harus kita ketahui ya, tidak pun untuk kemungkinan kita melakukan suatu pemblokiran untuk aset, sementara juga masih kita dalami terkait aset-aset yang yang dimiliki tersangka,” ujar Cahyono.

Kasus ini sendiri diawali dengan adanya pengaduan masyarakat. Masyarakat yang merasa tidak mendapatkan haknya mendapatkan gerobak membuat laporan ke polisi.

Terkait kasus ini , Bareskrim Polri telah memeriksa sebanyak 40 orang saksi Saksi-saksi itu merupakan korban penerima gerobak fiktif.

Selain menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan aliran dana dugaan korupsi, Bareskrim Polri juga menyatakan akan terus mengembangkan kasus ini pada para pemenang lelang.

Dua Politisi

Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak ini telah menyedot perhatian masyarakat Kalbar. Bagaimana tidak, Bambang Widianto dan Mashur merupakan pimpinan partai politik yang cukup dikenal di Kalbar. Mereka bahkan dikabarkan masuk daftar bacaleg dari Partai Umat dan Partai Golkar.

Mashur misalnya, selain memiliki kekayaan yang cukup melimpah, dia juga dikenal memiliki akses atau jaringan ke banyak pejabat penting di berbagai kementerian di Jakarta, terutama dengan Kementerian Perdagangan.

Dari rekam jejaknya, Mashur pada 2014 lalu diketahui sempat ditangkap pihak kepolisan atas tuduhan pemerasan dan penipuan terhadap terdakwa kasus pungutan liar di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong, Syafrudin.

Sementara Bambang Widianto juga sudah sejak lama disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak UMKM ini.

Namanya tercantum dalam laporan atau temuan Aktivis Komunitas Pemuda Merah Putih (KPMP) Bergerak yang kemudian dikutip dan dipublikasikan melalui laporan investigasi sebuah media online, beberapa waktu lalu.

Dalam laporan itu, keterlibatan Bambang Widianto yakni ketika berperan menjadi Leader Kerja Sama Operasi (KSO) mewakili PT Piramida Dimensi Milenia dan PT Arjuna Putra Bangsa, dua dari tiga perusahaan yang memenangkan lelang program bantuan gerobak UMKM di Kemendag.

Masih dalam laporan itu juga disebut surat perjanjian atau kontrak untuk melaksanakan paket pekerjaan pengadaan bantuan sarana usaha berupa gerobak dagang tersebut diteken oleh Putu Indra Wijaya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Bambang Widianto sebagai Leader KSO.

Berdasarkan dua laporan tersebut, maka dua perusahaan pemenang lelang yang diwakili Bambang Widianto yakni PT Piramida Dimensi Milenia dan PT Dian Pratama Persada dinilai mencurigakan dan janggal.

Pasalnya, saat ditelusuri kedua perusaahaan ini sudah tutup. Terkait hal ini, Suara Pemred saat itu juiga mencoba melakukan konfirmasi ke Bambang Widianto, namun upaya tersebut tak direspon oleh yang bersangkutan.

Pesan singkat via WhatsApp yang disampaikan pun tidak mendapatkan jawaban.Bambang Widianto atau yang kerap disapa BW ini kabarnya dilantik menjadi ketua partai pada Rabu 9 Maret 2022. (tim suara pemred)

============================

Obok-obok Kemendag, Siapa Tersangka Korupsi Gerobak UMKM?

Sabtu, 25/06/2022 Sumber: https://www.law-justice.co/artikel/133579/obok-obok-kemendag-siapa-tersangka-korupsi-gerobak-umkm/#

Belum selesai dengan permasalahan minyak goreng, Kementerian Perdagangan kembali diterpa isu dugaan korupsi.

Kali ini terjadi kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak dagang pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun anggaran 2018 dan 2019.

Kasus ini juga mendapat desakan dari aktivis anti korupsi yang meminta penegak hukum untuk usut tuntas kasus tersebut.

Seperti diketahui bila saat ini pihak Bareskrim Polri tengah menangani kasus tersebut.

Meski pihak kepolisian belum menentukan tersangka dalam kasus ini, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan bila kepolisian akan bekerja ekstra untuk menangani kasus gerobak umkm tersebut.

“Kepolisian terus bekerja, kami akan infokan bila ada perkembangan lebih lanjut,” ujar Ahmad kepada Law-Justice.

Selain itu, Ahmad mengatakan bila pihak kepolisian bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mendalami kasus tersebut.

Kepolisian juga telah menyurati BPK untuk menindaklanjuti langkah dalam mengusut kasus dugaan korupsi di Kemendag.

“Ya, BPK masih hitung kerugian negara,` katanya.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo menuturkan bila saat ini tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri segera menetapkan tersangka bila alat bukti sudah lengkap.

Dalam kasus tersebut, Cahyono menyebut bila saat ini pihak Penyidik masih mengumpulkan alat bukti.

“Kami masih kumpulkan alat bukti,” tutur Cahyono kepada Law-Justice.


Bancakan pengadaan gerobak UMKM (Dok.Kemendag)

Cahyono mengatakan pihaknya berencana menggelar konferensi pers untuk menyampaikan perkembangan kasus dalam waktu dekat.

Meski begitu, ia belum bisa memastikan konpers tersebut terkait dengan penetapan tersangka.

“Jika bukti sudah kuat segera kami umumkan,” katanya.

Jenderal Bintang satu tersebut juga belum mau berbicara lebih lanjut soal calon tersangka dalam kasus di Kemendag tersebut.

Namun, Cahyono menyatakan bila pihak kepolisian telah memeriksa beberapa saksi dalam kasus tersebut.

“Kalau ada kabar lebih lanjut nanti diinfokan,” ujarnya.

Polri mengendus aliran dana dugaan rasuah itu mengalir ke sejumlah pejabat di Kemendag. Mereka segera dipanggil untuk diperiksa. Para penyelenggara negara itu berpotensi menjadi tersangka setelah polisi mengantongi bukti yang cukup.

Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri melakukan penyelidikan berbekal dua laporan polisi. Yakni LP/A/0224/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 17 Mei 2022 dan LP/A/0225/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 19 Mei 2022.

Berdasarkan data yang diperoleh Law-Justice, mulanya pengadaan gerobak dagang ini pemerintah menggelontorkan nilai kontrak untuk Tahun Anggaran 2018-2019 sebesar Rp76.372.725.000.

Pada tahun 2014 Direktorat Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri melaksanakan tender pengadaan bantuan sarana usaha bagi usaha mikro, nilai HPS Rp 19.402.947.000 pemenang lelang PT. Triofa Perkasa dengan harga penawaran Rp 19.310.559.000 (99,52%) dari nilai HPS.

Tahun 2015, Direktorat Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri melaksanakan tender pengadaan bantuan sarana usaha gerobak dagang, nilai HPS Rp 10.086.200.000, pemenang lelang PT. Famili Sejahtera Abadi dengan harga penawaran Rp 10.036.840.000 (99,50%) dari nilai HPS.

Pada tahun 2016 Direktorat Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri kembali melaksanakan pengadaan bantuan sarana usaha gerobak dagang, nilai HPS Rp 11.961.026.000, pemenang lelang PT. Genta Mulia Yordan dengan harga penawaran Rp 11.380.149.000 (95,14%) dari nilai HPS.

Sementara tahun 2017, Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri melaksanakan pengadaan gerobak dagang sebanyak 2000 unit, nilai HPS Rp 16.995.907.500, pemenang lelang PT. Piramida Dimensi Milena dengan harga penawaran Rp 16.148.000.000 (95,01%) dari nilai HPS (Rp 7.266.600/unit)

Sedangkan tahun 2018 Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri kembali mengalokasikan anggaran untuk pengadaan 7.200 gerobak dagang, nilai HPS Rp 54.089.640.000, pemenang lelang PT. Piramida Dimensi Milenia dengan harga penawaran Rp 49.698.000.000 (91,88%) dari nilai HPS (Rp 6.212.250/unit).

Pengadaan Janggal, Perusahaan Tutup
Terdapat beberapa perusahaan yang memenangkan lelang gerobak UMKM Kemendag tersebut salah satunya adalah PT Piramida Dimensi Milenia.

Berdasarkan penelusuran Law-Justice, PT Piramida Dimensi Milenia berlokasi di Ruko Mutiara Taman Palem, Cengkareng Jakarta Barat.

Setelah ditelusuri PT Piramida Dimensi Milenia ternyata sudah tutup secara permanen.

Padahal seperti diketahui perusahaan tersebut memenangkan lelang di Kemendag program lelang gerobak UMKM.

Sementara itu, pemenang lain dalam program lelang Kemendag tersebut adalah PT. Dian Pratama Persada.

Perusahaan ini berlokasi di JL. Letjend Suprapto yang berada di kawasan Kemayoran Jakarta Pusat.

Sedikit berbeda dengan PT Piramida Dimensi Milenia status dari PT Dian Pratama Persada adalah tutup secara sementara.

Selain kedua perusahaan tersebut, ada juga PT Elite Permai Metal Works yang menjadi pemenang dalam lelang tersebut.

Status perusahaan PT Elite Permai Metal Works tidak ditutup dan beroperasi seperti biasa.


Gerobak UMKM di pergudangan yang belum tersalurkan (Dok.Kemendag)

Untuk perusahaan ini memang memiliki rekam jejak kejanggalan, seperti misalnya tidak memenuhi tuntutan buruh kerja sehingga menyebabkan terjadinya mogok kerja pada tahun 2021 kemarin.

PT Elite Permai Metal Works sendiri berlokasi di Jl. Kapuk Raya No.44A, RT.7/RW.3, Kapuk Muara, Kec. Penjaringan, Kota Jkt Utara.

Law-Justice sudah berusaha menghubungi pihak tiga korporasi tersebut namun hingga berita ini diturunkan tidak ada konfirmasi dari yang bersangkutan.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan bila setiap lembaga pemerintahan harus bisa mempertanggungjawabkan setiap program yang dijalankan.

Herman mengaku tidak begitu mengetahui terkait kasus dugaan korupsi gerobak UMKM yang terjadi di Kemendag.

Pasalnya, pada periode kemarin ia bertugas di Komisi IV DPR dan seperti diketahui bila program ini dijalankan pada Tahun 2018.

“Saya tidak terlalu mengetahui,” kata Herman kepada Law-Justice.

Meski begitu, Herman menuturkan bila ada kasus dugaan korupsi di satu instansi, penegak hukum harus tanggap menyikapi hal tersebut.

Ia menyatakan Kementerian/Lembaga harus bisa mempertanggungjawabkan kepada rakyat terkait dengan alokasi penggunaan anggaran setiap lembaga.

Untuk itu, ia bersama para Anggota Komisi VI lainnya akan terus memantau dan mengawasi mitra kerja yang berafiliasi dengan Komisi VI DPR.

“Tentu kami di DPR terus mengawasi setiap mitra kerja komisi,” tuturnya.

Ia juga menegaskan penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang bermain di setiap Kementerian/Lembaga.

Bila terbukti ada pelanggaran, penegak hukum jangan ragu untuk menghukum pihak yang melakukan pelanggaran.

“Penegak hukum harus tegas tindak pihak pihak yang melakukan pelanggaran,” tegasnya.

Law-Justice mencoba menghubungi BPKP dan mengirimkan surat untuk meminta data terkait program tersebut.

Serta untuk menyisir lebih jauh mengenai data terkait program gerobak UMKM Kemendag ini.

Namun, hingga berita ini diturunkan pihak BPKP belum memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar modus operandi kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak gratis untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahun Anggaran (TA) 2018 dan 2019.

Sejatinya program tersebut diadakan oleh Kementerian Perdagangan untuk mendukung kemajuan usaha sektor UMKM.

Kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan sejak 16 Mei 2022. Polisi menduga ada mark up atau penggelembungan, dan pengadaan gerobak fiktif.

“Dalam prakteknya terjadi mark up dalam pengadaan gerobak dagang dan juga kefiktifan, sehingga terjadi kerugian negara,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan pada Rabu lalu (8/6/2022).

Dalam kasus tersebut, kepolisian mencatat dugaan kerugian negara hingga Rp76 miliar.

Selain dugaan penggelembungan dana dan proyek fiktif, kepolisian juga menduga ada penurunan kualitas gerobak yang dibeli oleh Kementerian Perdagangan.

“Selain kerugian negara, tentunya sang penerima gerobak dagang ini spek gerobaknya akan berkurang kualitasnya dan juga ada yang tidak menerima karena adanya kefiktifan,” tambah Ahmad Ramadhan.

Pengadaan proyek dilakukan melalui mekanisme lelang tender dalam website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kemendag menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2018 dan 2019.

Secara total, nilai kontrak anggaran pengadaan gerobak dagang untuk dua tahun tersebut mencapai Rp 76 miliar.


Mabes Polri tangani kasus korupsi gerobak Kemendag (Dok.Kemendag)

Pada 2018, program ini dilaksanakan Sekretariat Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Ditjen PDN Kemendag), dengan anggaran Rp 49 miliar untuk 7.200 unit gerobak, sehingga harga satuannya sekitar Rp 7 juta.

Kemudian pada 2019, program tersebut kembali digelar, tetapi di bawah Direktorat Penggunaan dan Pemasaran Produk Dalam Negeri (P3DN) pada Ditjen PDN Kemendag. Menggunakan anggaran Rp 26 miliar untuk 3.570 unit gerobak,

Namun hingga kini gerobak-gerobak tersebut tidak pernah sampai kepada satu pun pengusaha UMKM. Dan dalam hal ini, kepolisian telah memeriksa puluhan saksi, namun belum juga menetapkan satupun tersangka.

Kemendag tanggapi dugaan proyek fiktif gerobak UMKM
Terkait adanya dugaan korupsi dalam proyek pengadaan gerobak tersebut, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan mengatakan, program pengadaan gerobak untuk UMKM itu memang pernah dijalankan oleh Kementerian Perdagangan pada 2018-2019 lalu.

Namun pada 2020 program tersebut berhenti, Ia mengaku tidak mengetahui penyebab berhentinya program tersebut. Namun Oke menduga karena munculnya pandemi Covid-19.

“Mungkin karena pandemi atau karena apa, kan waktu itu ada pemotongan anggaran gede-gedean di setiap kementerian dan lembaga,” ujar Oke kepada law-justice.co.

Oke sendiri baru menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri sejak akhir 2021 lalu. Ia mengaku tidak mengetahui banyak mengenai program gerobak UMKM tersebut, karena ketika proyek itu berjalan, ia belum menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.

Namun ia memastikan, munculnya dugaan korupsi pengadaan gerobak ini membuat Kementerian Perdagangan berbanah.

Oke mengatakan, sejumlah evaluasi sudah dilakukan jajarannya untuk mencegah kasus serupa tidak berulang di kemudian hari.

“Kita mengevaluasi semua, poin-poin yang dievaluasi diantaranya pola penyelenggaraannya, pola lelangnya dan sebagainya, mulai dari perencanaan semua kita evaluasi,” jelas Oke.

Tak hanya itu, Oke juga menyatakan, Kementerian Perdagangan mendukung upaya kepolisian dalam mengungkap kasus dugaan korupsi dalam pengadaan gerobak. Ia menekankan. Kementerian Perdagangan akan kooperatif dalam upaya penyidikan kasus ini.

“Kementerian Perdagangan menghormati proses hukum yang ada dan manakala itu terjadi dan benar tentunya kita akan dukung sepenuhnya, kita tidak ingin lembaga negara yang menjadi percontohan pelayanan publik yang baik ini menyelenggarakan kegiatan yang tidak benar,” sambung Oke.


Penyerahan gerobak UMKM Kemendag oleh Dirjen Kemendag Suhanto tahun 2019 (Dok.Kemendag)

Namun ketika disinggung mengenai proses pengadaan barang dan jasa di kementeriannya, Oke enyatakan, hal tersebut tidak ada kaitannya dengan masalah struktural. Dengan begitu, pejabat struktural belum tentu ada yang telibat dalam proses tersebut.

Oke mengatakan, ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 mengenai pengadaan barang dan jasa.

Dalam perpres itu disebutkan pengadaan barang dan jasa di kementerian dilakukan oleh panitia pengadaan yang diisi oleh orang-orang yang belum tentu berasal dari kementerian tersebut.

Menurut Oke, dalam perpres itu disebutkan, struktur panitia pengadaan seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) dimungkinkan dipegang oleh orang-orang luar kementerian

Namun, lanjut Oke, penunjukkan orang-orang tersebut ditentukan dengan sangat ketat dan harus memiliki sertifikat kompetensi dalam bidangnya.

Hal ini menjadi bertentangan dengan temuan Komunitas Pemuda Merah Putih (KPMP) Bergerak, yang menyatakan bahwa saat itu surat perjanjian atau kontrak untuk melaksanakan paket pekerjaan pengadaan bantuan sarana usaha berupa gerobak dagang tersebut, diteken oleh Putu Indra Wijaya selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Bambang Widianto sebagai KSO leader.

Aktivis Komunitas Pemuda Merah Putih (KPMP) Bergerak, Yusu Halawa mengatakan, Putu Indra Wijaya ialah pejabat di Sekretariat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. Sementara Bambang Widianto bertindak sebagai KSO leader mewakili PT Piramida Dimensi Milenia dengan PT Arjuna Putra Bangsa.

“Kecurigaan kami berawal dari alamat KSO PT Piramida Dimensi Milenia dengan PT Arjuna Putra Bangsa di Ruko Mutiara Taman Palem Blok A-10, No. 11, Cengkareng, Jakarta Barat seperti yang tertera dalam surat kontrak yang ditandatangani Putu Indra Wijaya dengan Bambang Widianto,” ungkap Yusu Halawa.

Hal ini tentunya membantah pernyataan Oke yang mengatakan panitia pengadaan diisi oleh orang diluar struktur Kementerian Perdagangan.

Terkait fakta ini, Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menduga, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak ini, ada kongkalikong antara oknum di internal Kementerian Perdagangan dengan perusahaan pemenang tender.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, jika berkaca pada pengadaan gerobak UMKM pada 2018, diketahui bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Perdagangan telah menyetorkan uang sebesar Rp49 miliar kepada perusahaan pemenang tender, namun pada akhirnya gerobak yang dimaksud tidak pernah ada.

“Kita tahu pengadaan barang tersebut tidak spesifikasi tetapi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tetap mencairkan uangnya, saya kira itu menjadi catatan tersendiri yah, bahwa kita menduga adanya sebuah mekanisme kongkalikong di dalam pengadaan barang dan jasa itu.

Mengenai posisi Putu Indra Wijaya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) ketika proyek pengadaan gerobak UMKM ini dijalankan, Oke Nurwan mengakui hal tersebut. Namun itu belum tentu membuktikan kalau dialah yang harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam proyek tersebut.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Hal ini tidak dijawab tegas oleh Oke. Ia tetap bersikukuh, jika memang ada dugaan penyimpangan dakan kasus pengadaan gerobak UMKM di Kementerian Perdagangan, maka hal itu harus dibuktikan oleh aparat penegak hukum.

“Kalau mengenai siapa yang bermain, itu teknisnya tidak bisa dilakukan oleh kami, itu (harus) dilakukan oleh auditor atau penyidik. Kalau kami tidak punya kapasitas untuk menuduh orang. Jadi biarkan saja proses hukum berjalan dan pada dasarnya Kementerian Perdagangan menghormati proses hukum tersebut,” urai Oke.

Lemahnya Pengawasan Internal
Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, munculnya kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak UMKM di Kementerian Perdagangan menunjukkan pengawasan di internal kementerian itu tidak berjalan.

Terlebih kasus ini terjadi dua kali, yakni pada 2018 dan 2019. Menurut Badiul, jika fungsi pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan berjalan dengan baik, maka proyek fiktif pengadaan gerobak di Kemendag pada 2019 tidak mungkin terjad lagi.

“Setiap proyek pengadaan barang dan jasa itu kan sudah ada strategi pengawasan melekat kemudian strategi meminimalisir tindak pidana korupsi, nah mekanisme itu kan dilakukan oleh internal kementerian itu sendiri dan Inspektorat Jenderal yang harus berperan meminimalisir dan mencegah munculnya tindak pidana korupsi itu,” ujar Badiul.

Karena itulah ia mempertanyakan kinerja dari Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan. Sebab fungsi pengawasan internal di setiap kementerian dan lembaga sanat penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Terlebih, lanjut Badiul, sektor pengadaan barang dan jasa merupakan ranah yang cukup rawan terjadinya penyimpangan.

Menurut catatan Seknas Fitra, modus penggelembungan anggaran cukup banyak terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga.

Badiul menyebut, modus itu tetap terjadi meski proses pengadaan barang dan jasa tersebut dilakukan melalui sistem e-procurement, melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Karena itulah, tambah Badiul, fungsi pengawasan yang diemban oleh Inspektorat Jenderal harus selangkah lebih maju agar potensi korupsi dapat lebih ditekan

“Masih ada proses pengawasan pada tahapan berikutnya yakni ketika pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut,” tambah Badiul.

Catatan Badan Pemeriksa Keuangan
Dalam mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak UMKM di Kementerian Perdagangan, Mabes Polri menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengetahui nilai kerugian negara dalam kasus ini.

Kerugian negara sementara yang ditemukan kepolisian adalah Rp76 miliar. Namun angka tersebut masih bisa berubah jika BPK menemukan lagi dugaan penyimpangan dalam pengadaan gerobak UMKM ini.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK, Selvia Vivi Devianti mengatakan kasus pengadaan gerobak di Kementerian Perdagangan sudah menjadi objek penyelidikan di Polri sejak 2020.

Dan saat ini Bareskrim Polri sedang dalam proses koordinasi dengan Auditorat Utama Investigasi BPK untuk penyidikan dan penghitungan kerugian negara.

Namun ia enggan mengungkap perkembangan terkini dari penyidikan dan penghitungan kerugian negara dalam kasus tersebut.

“Sesuai dengan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, informasi terkait proses penegakan hukum merupakan informasi publik yang dikecualikan,” ujar Selvi pada law-justice.co.

Meski begitu, pengadaan gerobak UMKM di Kementerian Perdagangan tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian Perdagangan tahun 2018-2019.

Dimana dalam LHP 2018 tercatat Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag menganggarkan Rp 49.698.000.000 untuk pengadaan gerobak dagang.

Sementara pada 2019 Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag tercatat menganggarkan pengadaan gerobak dagang sebesar Rp31.592.742.500

Jika dua anggaran tersebut dijumlahkan, maka angkanya lebih dari Rp81 miliar. Angka ini lebih besar dari yang diungkapkan Mabes Polri, yakni Rp76 miliar.

Kontribusi Laporan : Rio Rizalino, Ghivary Apriman

======================================

Pengadaan Gerobak Gorengan pun Dikorup
https://harian.disway.id/read/404176/Pengadaan-Gerobak-Gorengan-pun-Dikorup

Perkaranya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), memberikan bantuan gerobak dagang (gratis) buat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Bentuk gerobak mirip gerobak bakso dorongan. Bisa juga gerobak gorengan. Beroda dua. Dilengkapi kaca etalase barang dagangan.

Yang diduga dikorup adalah untuk periode 2018/2019.

Brigjen Cahyono: ”Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang tidak mendapatkan gerobak bantuan tersebut. Dilaporkan ke kami (Polri).”

Laporan lebih dari sebulan lalu. Kemudian, Polri melakukan penyelidikan. Baik penyelidikan lapangan, saksi-saksi (sudah 20 saksi dimintai keterangan), dan bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Alhasil, diyakini memang ada korupsi. Sudah disita beberapa gerobak sebagai barang bukti perkara. Bareskrim Polri juga sudah melakukan gelar perkara pada 16 Mei 2022.

Bentuk korupsinya, pihak penyedia (unsur pemerintah) menyerahkan pembuatan gerobak kepada pihak swasta. Dan, biaya pembuatan digelembungkan (mark up). Dengab begitu, barang tidak sesuai spesifikasi.

Gerobak untuk tahun anggaran 2018 sebanyak 7.200 unit. Nilai per gerobak Rp 7,5 juta.

Gerobak tahun anggaran 2019 sebanyak 3.500 unit. Nilai per gerobak Rp 8,6 juta.

Cahyono: ”Selain gerobak tidak sesuai spek atau mark up. Pembagian gerobak juga fiktif. Tidak sampai kepada orang yang sudah ditentukan berhak menerima bantuan.”

Total kerugian negara Rp 76,3 miliar.

Penyidik Polri telah melakukan penggeledahan. Dilanjut penyitaan gerobak di sejumlah titik untuk mengumpulkan barang bukti.

Status perkara sudah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan. Cuma, tersangka belum diumumkan.

Ternyata, pembagian gerobak dagang sudah ada sejak 2014. Dikutip dari situs lpse.kemendag.go.id, Kementerian Perdagangan sejak 2014 sampai dengan 2019 memberikan bantuan sarana usaha bagi UMKM.

Tahun 2014 Direktorat Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri, Kemendag, melaksanakan tender gerobak dagang dorong dengan nilai HPS Rp 19.402.947.000.

Pemenang lelang PT Triofa Perkasa dengan harga penawaran Rp 19.310.559.000 (99,52 persen dari nilai HPS).

Tahun 2015, direktorat yang sama dengan barang yang sama, nilai HPS Rp 10.086.200.000.

Pemenang lelang PT Famili Sejahtera Abadi dengan harga penawaran Rp 10.036.840.000 (99,50 persen dari nilai HPS).

Tahun 2016 Direktorat yang sama dengan barang yang sama, nilai HPS Rp 11.961.026.000.

Pemenang lelang PT Genta Mulia Yordan dengan harga penawaran Rp 11.380.149.000 (95,14 persen dari nilai HPS).

Tahun 2017, Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri melaksanakan pengadaan gerobak dagang sebanyak 2.000 unit, nilai HPS Rp 16.995.907.500.

Pemenang lelang PT Piramida Dimensi Milena dengan harga penawaran Rp 16.148.000.000 (95,01 persen dari nilai HPS). Beda dengan terdahulu, di sini disebutkan nilai per unit gerobak Rp 7.266.600.

Tahun 2018 (ini yang jadi perkara di Bareskrim Polri), Sekretariat Ditjen Perdagangan Dalam Negeri mengalokasikan anggaran untuk pengadaan 7.200 gerobak dagang.

Nilai HPS Rp 54.089.640.000. Pemenang lelang PT Piramida Dimensi Milena dengan harga penawaran Rp 49.698.000.000 (91,88 persen dari nilai HPS). Harga gerobak Rp 6.212.250 per unit.

Tahun 2019, angka sama dengan di atas.

Dari sinkronisasi keterangan Bareskrim Polri dengan data Kementerian Perdagangan, diketahui perusahaan pemenang tender.

Apakah calon tersangka termasuk pemenang tender? Brigjen Cahyono belum bisa menjawab. ”Pokoknya, semuanya kami sidik,” jawabnya.

Tapi, Bareskrim sudah memeriksa beberapa orang terkait perkara ini. Yakni, beberapa orang di tingkat bawah atau pekerja pelaksana.

Cahyono: ”Berdasarkan hasil penyidikan, penyidik menemukan ada aliran dana yang mengalir kepada pejabat terkait pengadaan barang/jasa di Kemendag RI dan pihak lain yang berhubungan dengan perkara.”

Cahyono meminta masyarakat bersabar menunggu hasil penyidikan Polri.

Karena perkara ini sudah dipublikasi, Polri akan terpaksa bergerak cepat. Sebab, bisa dibayangkan, para calon tersangka pasti kini juga berupaya berkelit dengan berbagai cara.

Ini contoh, korupsi tidak menakutkan calon pelaku. Meski sudah begitu banyak koruptor yang dihukum, orang yang punya kesempatan korupsi tetap korupsi juga. Tidak ada efek jera.

================================

Ini Modus Korupsi Pengadaan Gerobak Dagang di Kemendag
https://www.medcom.id/nasional/hukum/JKR3m8QN-ini-modus-korupsi-pengadaan-gerobak-dagang-di-kemendag

Jakarta: Polri membeberkan modus operandi kasus dugaan korupsi kegiatan pengadaan gerobak dagang pada Sekretariat Direktorat Jenderal Perdagangan dalam Negeri (DJPDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tahun Anggaran (TA) 2018 dan Pengadaan Gerobak Dagang TA 2019 di Direktorat Penggunaan dan Pemasaran Produk dalam Negeri (P3DN) pada DJPDN Kemendag. Pelaku melakukan mark up atau penggelembungan dan pengadaan fiktif.

“Dalam praktiknya terjadi mark up dalam pengadaan gerobak dagang dan juga kefiktifan, sehingga terjadi kerugian negara,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Juni 2022.

Terduga pelaku juga membeli gerobak dagang untuk bantuan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan kualitas yang buruk. Maka itu, kata Ramadhan, selain kerugian negara masyarakat juga menerima gerobak dagang tidak sesuai spesifikasi.

“Gerobaknya berkurang kualitasnya dan juga ada (masyarakat) yang tidak menerima karena adanya kefiktifan,” kata Jenderal bintang satu itu.

Menurut dia, kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak dagang itu menjadi perhatian khusus Polri. Pasalnya, program bantuan gerobak dagang itu bertujuan membantu para pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

“Di mana tujuannya untuk menumbuhkan perekonomian,” ujar Ramadhan.

Pemerintah menggelontorkan uang senilai Rp49.698.000.000 untuk pengadaan gerobak dagang pada 2018. Dengan total pengadaan 7.200 unit gerobak, yang satu gerobak seharga sekitar Rp7.512.450.

Sedangkan, untuk anggaran 2019 digelontorkan uang senilai Rp26.674.725.000. Dengan total pengadaan 3.570 unit, yang harga satuan sekitar Rp8.613.064.

Baca: 20 Saksi Diperiksa Usut Dugaan Korupsi Bantuan Gerobak di Kemendag

Jadi, total nilai kontrak anggaran pengadaan gerobak dagang Tahun 2018-2019 sebesar Rp76.372.725.000. Namun, terduga pelaku membeli gerobak tidak sesuai jumlah dan terdapat penerima fiktif, bahkan ada yang tidak diserahkan ke penerima.

Kasus terbongkar atas pengaduan masyarakat yang merasa tidak mendapatkan haknya sebagai penerima bantuan gerobak dagang. Masyarakat itu lalu melaporkan ke Bareskrim Polri melalui layanan pengaduan masyarakat (dumas).

Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri melakukan penyelidikan berbekal dua laporan polisi. Yakni LP/A/0224/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 17 Mei 2022 dan LP/A/0225/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 19 Mei 2022.

Kasus itu naik ke tahap penyidikan pada Senin, 16 Mei 2022. Kini polisi tengah mencari pelaku guna mempertanggungjawabkan perbuatan rasuah itu.

Polri mengendus dana dugaan rasuah itu mengalir ke sejumlah pejabat di Kemendag. Mereka segera dipanggil untuk diperiksa. Para penyelenggara negara itu berpotensi menjadi tersangka setelah polisi mengantongi bukti yang cukup.

Kasus Pengadaan Gerobak, Polisi Temukan Indikasi Aliran Dana ke Pejabat Kemendag
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/08/17052031/kasus-pengadaan-gerobak-polisi-temukan-indikasi-aliran-dana-ke-pejabat

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menemukan adanya indikasi kuat adanya aliran dana ke pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak.

Adapun kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak ini terjadi dalam proyek Kementerian Perdagangan di tahun anggaran 2018-2019.

“Ada pejabat di tingkat kementerian,” kata Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Baca juga: Polri Dalami Dugaan Korupsi Pengadaan Gerobak untuk UMKM di Kemendag

Dalam kasus ini, penyidik masih belum menetapkan tersangka. Menrut Cahyono, jajarannya masih fokus mencari bukti agar penetapan tersangka dapat segera dilakukan.

Sekitar 20 saksi telah diperiksa dalam kasus ini. Sejumlah gerobak juga turut disita.

Menurut Cahyono, pihaknya juga akan memeriksa setiap orang yang terkait dalam kasus tersebut.

“Pasti kita akan klarifikasi kepada pihak tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Cahyono menyampaikan bahwa proyek pengadaan gerobak di tahun anggaran 2018 dan 2019 itu diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di seluruh Indonesia.

Pada 2018, Kementerian Pedagangan memiliki proyek senilai Rp 49 miliar untuk pengadaan 7.200 unit gerobak.

Baca juga: Kuasa Hukum Korban DNA Pro Duga Ada Potensi Pembiaran dari Kemendag

Pada 2019, Kementerian Pedagangan memiliki proyek senilai Rp 26 miliar untuk pengadaan 3.570 unit gerobak.

Gerobak itu, lanjut dia, seharusnya dibagikan secara gratis ke warga. Namun ada warga melapor ke polisi karena tidak mendapat gerobak.

“Kasus ini sangat menarik karena kita melihat tujuannya itu mulia untuk perekonomian di pasar kecil pedagang bakso tapi faktanya ada dumas (pengaduan masyarakat) makanya kita dalami buka seluas-luasnya, yang sebenar-benarnya,” tuturnya.